Alhamdulillah, kita telah melewati seminggu penuh suka cita di hari raya Idulfitri. Semoga kalian semua juga merasakan kebahagiaan dan kedamaian yang sama, ya. Sebelum kita masuk ke topik utama, izinkan aku mengucapkan:
Selamat Idulfitri 1446 H!
Taqabbalallahu minna wa minkum.
Semoga seluruh amal ibadah kita diterima oleh Allah Azza wa Jalla, aamiin.
Ngomong-ngomong, gimana pengalaman kalian saat silaturahmi dengan keluarga, teman, dan sanak saudara kemarin? Pasti banyak momen seru dan hangat, ya?
Kalau aku, salah satu hal yang paling sering aku alami justru muncul di momen makan bersama. Mulai dari yang niatnya bercanda, sampai yang bikin bingung harus senyum atau tersinggung.
Misalnya, ada yang bilang:
"Eh, ini masakannya enak sih... tapi pedas banget, ya?"
Atau:
"Kamu makan segitu aja? Lagi diet, ya?"
Komentar seperti itu mungkin terdengar sepele atau dimaksudkan sebagai obrolan ringan, tapi tahukah Anda bahwa ini termasuk dalam food shaming? Sebuah kebiasaan yang tanpa sadar bisa menyakiti perasaan orang lain. Yuk, kita bahas lebih dalam soal ini di artikel kali ini!
Apa Itu Food Shaming?
Food shaming adalah tindakan mengkritik atau mempermalukan seseorang karena pilihan makanannya. Bentuknya bisa bermacam-macam, seperti:
- Mengomentari jumlah makanan yang dikonsumsi ("Kok porsi kamu banyak banget?").
- Memberi label negatif pada makanan tertentu ("Makan junk food terus, nggak sehat!").
- Menghakimi kebiasaan makan seseorang ("Masa sarapan cuma kopi? Itu nggak baik, lho!").
- Memaksa orang lain mengikuti preferensi makanan tertentu ("Harusnya kamu jadi vegan, makan daging itu nggak etis!").
Food shaming bisa berasal dari siapa saja; keluarga, teman, rekan kerja, bahkan orang asing di media sosial. Ironisnya, banyak orang melakukannya tanpa sadar dan menganggapnya sebagai bentuk perhatian atau candaan belaka.
Mengapa Food Shaming Bisa Berbahaya?
Meski terlihat ringan, food shaming dapat berdampak besar pada seseorang, terutama dalam hal psikologis dan pola makan. Berikut beberapa dampaknya:
1. Memengaruhi Kesehatan Mental
Sebuah studi dari Journal of Health Psychology menemukan bahwa komentar negatif tentang makanan dapat memicu stres, kecemasan, dan bahkan depresi pada individu yang mengalaminya.
Orang yang sering mengalami food shaming bisa kehilangan kepercayaan diri dan merasa malu dengan pilihan makanannya.
2. Menyebabkan Pola Makan Tidak Sehat
Food shaming dapat membuat seseorang merasa bersalah atau takut makan makanan tertentu. Akibatnya, mereka bisa mengalami gangguan makan seperti binge eating disorder (makan berlebihan dalam waktu singkat) atau orthorexia (obsesi berlebihan terhadap makanan sehat).
3. Meningkatkan Tekanan Sosial
Dalam beberapa budaya, makan adalah bagian dari interaksi sosial. Namun, jika seseorang terus-menerus dikomentari, mereka bisa merasa canggung atau tidak nyaman saat makan bersama orang lain. Hal ini dapat menyebabkan mereka menghindari acara sosial yang melibatkan makanan.
4. Mendukung Body Shaming dan Diet Culture
Food shaming sering kali berakar pada standar kecantikan yang tidak realistis dan budaya diet yang berlebihan.
Komentar seperti “Kamu harus makan lebih sedikit biar kurus” secara tidak langsung mendukung anggapan bahwa tubuh kurus lebih baik daripada tubuh gemuk, padahal kesehatan tidak selalu ditentukan oleh ukuran tubuh seseorang.
Bercanda atau Toxic?
Banyak orang menganggap food shaming hanya sebagai candaan. Namun, bercanda yang menyakiti orang lain bisa berubah menjadi toxic behavior, terutama jika orang yang menerima komentar merasa tidak nyaman atau tertekan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membedakan apakah sebuah komentar itu bercanda atau toxic:
✅ Bercanda: Jika kedua belah pihak merasa nyaman dan tidak ada unsur merendahkan.
❌ Toxic: Jika komentar menimbulkan perasaan malu, bersalah, atau dipermalukan.
❌ Toxic: Jika komentar menimbulkan perasaan malu, bersalah, atau dipermalukan.
Misalnya, jika seorang teman bercanda dengan mengatakan, “Wah, kamu doyan banget makanan pedas ya, nanti perutmu bisa protes!” dan orang yang dikomentari menanggapinya dengan tawa tanpa merasa tertekan, itu masih bisa dianggap bercanda.
Tapi jika seseorang berkata, “Kok kamu makannya kayak orang nggak pernah makan sih?” dengan nada mengejek, itu sudah masuk kategori toxic behavior.
Bagaimana Menghindari Food Shaming?
Agar tidak terjebak dalam kebiasaan food shaming, berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:
1. Berhenti Mengomentari Makanan Orang Lain
Jika tidak ada alasan medis atau keamanan yang mendesak, biarkan orang lain makan sesuai preferensi mereka.2. Gunakan Kata-Kata yang Netral
Daripada berkata "Makanan itu nggak sehat!", lebih baik mengatakan "Makanan itu tinggi kalori, mungkin perlu dikombinasikan dengan sayur agar lebih seimbang."3. Hargai Pilihan Makanan Orang Lain
Setiap orang memiliki kebutuhan nutrisi dan preferensi yang berbeda. Tidak semua orang bisa makan makanan yang sama dengan alasan kesehatan, budaya, atau personal.4. Sadari Dampak dari Kata-Kata Kita
Terkadang, kita tidak menyadari bahwa komentar yang kita anggap biasa bisa berdampak besar bagi orang lain. Sebelum berbicara, tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini akan membuat orang lain merasa malu atau bersalah?Kesimpulan
Food shaming bukan sekadar candaan biasa. Perilaku ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental dan pola makan seseorang, bahkan berkontribusi pada budaya diet yang tidak sehat.Kita semua mungkin pernah berada di posisi tidak nyaman karena komentar orang lain tentang makanan yang kita pilih.
Tapi mulai sekarang, mari kita ubah cara kita memandang makanan dan orang yang sedang menikmatinya.
Memberi ruang bagi setiap orang untuk memilih apa yang ingin mereka konsumsi adalah bentuk kecil dari menghargai dan mencintai sesama.
Sebagai individu, kita bisa mulai dengan lebih berhati-hati dalam berkomentar dan lebih menghargai pilihan makanan orang lain.
Dengan begitu, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih suportif, baik di meja makan maupun di media sosial.
Dan untuk diri sendiri, jangan biarkan komentar orang lain mengganggu. Makanlah dengan sadar, dengan syukur, dan dengan cinta.
Karena merawat diri bukan hanya soal apa yang kita makan, tapi juga bagaimana kita merasa tentang pilihan-pilihan itu.
Jadi, lain kali sebelum berkomentar soal makanan seseorang, tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini akan membuat mereka merasa lebih baik, atau justru lebih buruk?
Self-love juga berarti membebaskan diri dari rasa bersalah yang tidak perlu, termasuk saat makan.
Semoga bermanfaat, ya.
Have a nice day!
Referensi:
https://www.beautynesia.id
https://miemapan.com
https://www.vitacost.com
Post a Comment