Namun, sering kali kita lupa bahwa kondisi mental juga memiliki peran besar dalam memengaruhi kesehatan fisik.
Ketika seseorang mengalami stres berkepanjangan atau tekanan emosional, tubuh bisa merespons dengan berbagai gejala fisik, seperti sakit kepala, sakit perut, atau nyeri dada.
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin akan meresepkan obat penenang atau antidepresan untuk membantu menstabilkan kondisi mental pasien.
Beberapa bulan yang lalu, seorang teman bercerita tentang konflik dengan rekan kerjanya. Ia sempat merasa tak percaya, karena sepanjang hidupnya, ia jarang mengalami perselisihan. Biasanya, bicaranya maupun keputusan yang ia ambil selalu dihargai oleh orang lain.
Namun, kali ini, ia bertemu dengan rekan kerja yang sangat menguras emosinya, hingga menyebabkan sakit fisik di sebagian tubuhnya (nyeri di dada). Saat kami berdiskusi, ia baru menyadari bahwa rasa sakit itu sebenarnya muncul karena stres akibat konflik yang belum terselesaikan.
Sering kali kita tidak menyadari bahwa kondisi mental dan emosional dapat secara langsung memengaruhi kesehatan fisik kita. Istilah “psikosomatis” merujuk pada kondisi di mana pikiran dan emosi memicu atau memperburuk gejala fisik. Fenomena ini menjadi bukti nyata betapa kuatnya pengaruh emosi terhadap tubuh kita.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang bagaimana psikosomatis terjadi (gejala), dampaknya pada kesehatan fisik, serta langkah-langkah yang bisa diambil untuk mengelola kondisi ini agar kita bisa menjaga keseimbangan antara kesehatan mental dan fisik.
Apa itu Psikosomatis?
Psikosomatis berasal dari kata “psiko” yang berarti pikiran, dan “soma” yang berarti tubuh. Kondisi ini mengacu pada pengaruh emosi negatif seperti stres, cemas, atau depresi terhadap kesehatan fisik seseorang. Secara sederhana, psikosomatis adalah manifestasi fisik dari masalah psikologis.
Ketika seseorang mengalami stres berkepanjangan atau tekanan emosional, tubuh bisa merespons dengan berbagai gejala fisik, seperti sakit kepala, sakit perut, atau nyeri dada.
Pada kondisi yang lebih parah, psikosomatis dapat memicu penyakit kronis seperti hipertensi, gangguan pencernaan, dan bahkan memperburuk penyakit jantung.
Bagaimana Psikosomatis Terjadi?
Tubuh dan pikiran saling berhubungan. Ketika seseorang mengalami stres atau emosi negatif yang berkepanjangan, tubuh akan merespons dengan cara yang bisa memunculkan berbagai gejala fisik.
Ini terjadi karena otak, sebagai pusat kendali tubuh, mengirimkan sinyal ke seluruh organ yang dapat memicu reaksi fisik, seperti peningkatan detak jantung, ketegangan otot, dan perubahan sistem pencernaan.
Misalnya, stres dapat menyebabkan perasaan nyeri di dada, mual, gemetar, sakit kepala, atau bahkan sulit bernapas. Gejala-gejala ini bisa dirasakan seperti kondisi medis serius, tetapi sebenarnya tidak ada penyebab fisik yang jelas. Psikosomatis bekerja berdasarkan prinsip somatisasi, di mana ketegangan emosional diekspresikan dalam bentuk keluhan fisik
Dampak Psikosomatis pada Kesehatan Fisik
Gangguan psikosomatis bisa memengaruhi hampir semua sistem tubuh. Beberapa kondisi fisik yang umum terjadi akibat psikosomatis antara lain:
- Nyeri kronis
Nyeri tanpa sebab yang jelas sering dialami oleh penderita psikosomatis. Ini bisa berupa sakit kepala, nyeri otot, atau nyeri di dada yang tidak terdeteksi secara medis.
- Gangguan pencernaan
Masalah seperti diare, sembelit, asam lambung (GERD), atau sindrom iritasi usus (IBS) sering terjadi pada orang yang mengalami stres berat.
Gangguan tidur karena otak yang sulit rileks akibat tekanan emosional juga menjadi salah satu gejala yang sering dialami.
Selain itu, kondisi psikosomatis dapat memperburuk penyakit yang sudah ada. Misalnya, seseorang yang mengalami stres berkepanjangan mungkin akan membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh dari penyakit seperti flu atau infeksi, karena stres mengganggu fungsi sistem kekebalan tubuh.
Penyebab Utama Psikosomatis
Penyebab utama psikosomatis adalah stres dan kecemasan yang tidak tersalurkan dengan baik. Stres bisa berasal dari berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari, seperti masalah pekerjaan, konflik dalam hubungan, atau trauma emosional.
Jika emosi negatif ini tidak dikelola dengan benar, tubuh akan merespons dengan cara yang negatif juga.
Kondisi psikosomatis juga sering dialami oleh individu yang mengalami depresi. Depresi tidak hanya memengaruhi pikiran, tetapi juga bisa menyebabkan gejala fisik seperti rasa lelah yang berlebihan, nyeri tubuh, dan masalah tidur.
Pengobatan Psikosomatis
Pengobatan gangguan psikosomatis berfokus pada dua aspek: kondisi psikologis dan fisik pasien. Langkah pertama yang biasanya diambil adalah mengidentifikasi penyebab emosional yang mendasari gejala fisik.
Ini bisa dilakukan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater, yang akan membantu pasien mengelola stres dan kecemasannya.
Beberapa metode pengobatan untuk psikosomatis meliputi:
- Psikoterapi
Terapi ini membantu pasien memahami dan mengubah pola pikir serta perilaku yang memicu stres. Psikoterapi kognitif juga bisa membantu mengatasi perasaan depresi atau kecemasan.
- Obat-obatan
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin akan meresepkan obat penenang atau antidepresan untuk membantu menstabilkan kondisi mental pasien.- Terapi
Teknik relaksasi seperti yoga, meditasi, atau latihan pernapasan dapat membantu meredakan ketegangan fisik yang disebabkan oleh stres.
Selain pengobatan medis, penting bagi pasien untuk mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar. Dukungan sosial yang kuat bisa mempercepat proses penyembuhan dan mencegah gangguan ini semakin parah.
Kesimpulan
Psikosomatis adalah bukti kuat bahwa pikiran dan tubuh saling berhubungan erat. Kondisi ini menegaskan pentingnya menjaga kesehatan mental untuk mencegah dampak negatif pada kesehatan fisik.
Stres yang tidak dikelola dengan baik bisa memicu berbagai gejala fisik yang serius dan mempengaruhi kualitas hidup. Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejala psikosomatis sejak dini dan mencari bantuan profesional untuk pengelolaannya.
Semoga bermanfaat, ya.
Thank you and have a nice day!
Referensi:
Bener bgt ini mah. Butuh namanya healing tuh, hehehe. Apalagi kalo sudah akut, susah untuk disembuhkan. Jadi perlu jga kesehatan juga...
ReplyDeleteNewsartstory
Artikel yang sangat informatif sekali kakk! Psikosomatis memang sering dianggap sepele padahal bisa berdampak besar. Penjelasannya membantu buat lebih memahami kondisi ini. _Marcellow
ReplyDeleteSakit mental ternyata bisa berpengaruh kepada sakit fisik ya. Psikosomatis ini sepertinya dialami sama orang-orang yang merasa dia diguna-guna atau disantet, bisa jadi mereka sebenarnya punya stress yang dipendam dan akhirnya berdampak pada fisiknya. Harus bisa kita menyosialisasikan ini kepada masyarakat terutama yang sangat percaya kepada mistis
ReplyDeleteLhooo jangan2 mamaku kek gini nih. Kata dokter udah sehat, tapi kok masih sering vertigo, heartburn, hingga darting. Kaya gejala gerd gitu. Kalau gerd kan emang faktor pikiran ya pastinya. Emang bahaya sih kalo stres ngga dikelola dengan baik tuh.
ReplyDeleteSetelah membaca tentang psikosomatis, saya jadi sadar mungkin ada faktor stres yang perlu diatasi dari penderita sebenarnya. Bagi kalian yang sedang berjuang dengan gejala psikosomatis, jangan menyerah! Dengan bantuan profesional dan dukungan orang terdekat, kita pasti bisa mengatasi ini bersama. Ingat, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
ReplyDeleteBaru aja tadi lihat konten di Instagram yang membahas sinyal-sinyal tubuh kalau kita merasa stres. Mana bener semua lagi. Pantes saja ya kalau sakit hati dada tuh rasanya lemas dan sesak. Mungkin itu sinyal awal kali ya. Memang penyakit itu penyebab utamanya dari stres.
ReplyDeletePsikosomatis pernah saya alami dulu saat saya mengalami penyakit pencernaan yang disebabkan stres akibat depresi yang panjang. Tapi kini semua sudah hilang berlalu, dengan pemberian obat antipsikotik, Karena saya didiagnosa mengalami Mental Illnes yaitu "Skizofrenia Paranoid" :(
ReplyDeleteTernyata setelah diskusi sama psikologku, ternyata psikosomatis itu enggak cuma sakit kepala, sakit perut atau otot tegang. Sesak nafas juga bisa menjadi salah satu gejala psikosomatis lho dan gejalanya hampir sama dengan asma. Oleh karena itu, kalau ada gejala-gejala sebaiknya pergi ke ahlinya ya kak,, :(
ReplyDeleteYup! Saya suka mudah terkena sakit kepala kalau sednag banyak pikiran atau emosi yang tinggi. Makanya sekarang saya berusaha lebih santai. Semakin gak mau ambil pusing. Karena dampaknya gak enak. Jadi gak nyaman beraktivitas kalau udah sakit kepala banget
ReplyDeleteSaya dulu sering terkena psikosomatis. Alhamdulillah lambat laun mampu melepaskan diri dari gangguan itu. Belum sampai minta bantuan ke ahli.
ReplyDeleteMengalami psikosomatis juga. Sepengalamanku sih, begitu menjauhi sumber stresnya, rasa sakit juga hilang. Tapi begitu kembali, rasa sakit pun kembali.
ReplyDeletePenyakit mental ini aku dengar pertama kali saat COVID-19 lalu, jadi lebih paham tentang gejala2nya. Terima kasih sudah diingatkan kembali kak biar selalu waspada akan penyakit ini
ReplyDeleteMemang deh, kesehatan tubuh itu bukan hanya diupayakan lewat makan, istirahat, gaya hidup, tapi pikiran juga. Termasuk rasa deg-degan di dada dan keringat dingin termasuk sakit perut yang dialami saat sedang cemas, kan, ya, psikosomatis ini?
ReplyDeleteTerkadang kita meremehkan pentingnya kesehatan mental. Ternyata, efeknya bisa sampai ke tubuh, bahkan menyebabkan nyeri kronis. Terima kasih infonya!
ReplyDeleteWaktu awal2 papa meninggal rasanya mentalku kena dan fisik makin hari makin drip itu termasuk “psikosomatis” gak yaa
ReplyDeleteKarena mungkin pikiran dan emosi memicu atau memperburuk gejala fisik aku juga
Kadang aku merasakan hal yang sama
ReplyDeleteButuh dokter sebenarnya
Hanya saja kalau keluar rumah tuh sudah lelah dan makin tua menjompo