aprilhatni.com
aprilhatni.com

Baru Kusadari, Kemarin Aku Telah Melewatkan Kenangan Busuk Bersamanya

cerpen kenangan busuk bersamanya
Namaku Rana, aku adalah seorang penulis dan penggemar buku fiksi. Aku selalu berpikir bahwa cinta adalah segalanya. Bahwa ketika seseorang datang dan mengisi hatimu, segala sesuatu akan terasa sempurna. Aku percaya itu sampai aku bertemu dengan Satria. Dia datang seperti badai, menghancurkan dan membangun kembali, namun pada akhirnya meninggalkan kehancuran yang lebih besar.

Satria bukanlah lelaki yang tampan, namun ia karismatik, dan menurutku tipikal lelaki penggoda. Pertemuan pertama kami terjadi di sebuah kafe kecil di pusat kota, tempat di mana aku biasa menghabiskan waktu dengan membaca buku atau sekadar menikmati secangkir kopi.

Awalnya aku pun tidak mempunyai rasa sama sekali kepadanya, karena memang bukan lelaki yang aku dambakan, namun dia datang dengan karisma yang memikat, baik tutur katanya, sedikit nakal dan menggoda. Sempat aku menolaknya berkali-kali, dia terus berusaha mendekatiku, hingga akhirnya tanpa kusadari, aku pun jatuh ke dalam pesonanya.

Sejak itu, di awal semua terasa seperti mimpi indah. Kami sering menghabiskan waktu bersama, berjalan-jalan di taman, menonton film, dan berbagi cerita. Satria membuatku merasa istimewa, seolah-olah aku adalah pusat dari dunianya. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai melihat sisi lain dari dirinya, sisi yang gelap dan merusak.

Kemarin adalah hari yang sangat panas. Matahari bersinar terik di langit tanpa awan, membuat udara terasa berat dan pengap. Aku dan Satria memutuskan untuk pergi ke pantai, berharap menemukan sedikit kesejukan dari deburan ombak dan angin laut. Di pantai itu, di bawah bayang-bayang pohon kelapa, kami duduk bersama, menikmati pemandangan dan saling berbisik tentang masa depan.

Namun, entah bagaimana, suasana itu berubah menjadi tegang. Satria mulai berbicara dengan nada yang sedikit merendah, ia mengakui telah melakukan perselingkuhan dengan wanita lain, memutuskanku dengan kata-kata yang menyakitkan dan belum pernah kubayangkan. Katanya dia tak bisa bersamaku lagi, dan lebih memilih untuk memutuskan hubungan kami. Setiap kata-katanya seperti pisau yang menusuk hati, membuatku sakit dan ngilu di ulu hati, bak diiris sembilu.

“Kita harus pisah, ya!” kata Satria, dengan suaranya rendah dan semakin mantap. 
“Aku nggak tahu sampai kapan, mungkin hingga waktu yang tak dapat kutentukan.”
“Maaf, jika selama ini aku sudah membuatmu jatuh cinta.”

Aku hanya bisa terdiam, menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mataku. Di saat itu, aku merasa sangat sendirian. Di hadapan orang yang seharusnya mencintaiku, aku merasa seperti orang asing. Keindahan pantai dan suara ombak yang menenangkan tidak mampu meredakan rasa sakit yang aku rasakan di dalam hati.

Ketika aku akhirnya tidak bisa menahan air mata lagi, Satria hanya menggelengkan kepalanya dengan kesal. “Sudah. Jangan menangis,  ya! Aku sudah lelah.”

Kalimat itu adalah pukulan terakhir yang membuatku tersadar. Selama ini, aku telah buta oleh cinta yang sebenarnya tidak ada, itu hanyalah sebuah nafsu semata. Aku hanya melihat apa yang ingin kulihat, bukan kenyataan yang ada di depan mataku. Jika cinta, maka ia tak akan sanggup menyakiti, ada rasa ingin melindungi, dan bersamanya. Kini, cinta yang kurasakan adalah ilusi, dan Satria adalah mimpi buruk yang kubiarkan tinggal terlalu lama.

Hari itu, aku meninggalkan Satria di pantai. Aku berjalan menjauh tanpa menoleh ke belakang, membiarkan air mata mengalir deras. Langkahku berat, tapi setiap langkah membawa kelegaan yang aneh. Aku meninggalkan bukan hanya seorang lelaki, tetapi juga kenangan busuk yang selama ini menyiksa hatiku.

Malam harinya, di kamarku, aku merenungkan semua yang telah terjadi. Baru kusadari, kemarin aku telah melewatkan kenangan busuk bersamanya. Setiap kata dan momen di mana aku merasa tak berharga, semua itu adalah bagian dari kenangan yang harus kutinggalkan.

Perpisahan dengan Satria adalah awal dari penyembuhan diriku sendiri. Aku mulai belajar untuk mencintai diriku, menghargai diriku, dan tidak membiarkan siapapun merendahkanku lagi. Aku sadar bahwa cinta sejati tidak akan pernah membuatku merasa kecil atau tak berharga. Cinta sejati akan membangun, bukan menghancurkan.

Di hari-hari berikutnya, aku menemukan kembali kebahagiaan dalam hal-hal kecil. Membaca buku favoritku, berjalan-jalan di taman, dan menikmati secangkir kopi di kafe kecil tempat aku pertama kali bertemu Satria. Aku menemukan kembali diriku yang sebenarnya, seseorang yang kuat, berharga, dan pantas mendapatkan cinta yang sejati.

Kenangan busuk bersama Satria akan selalu menjadi bagian dari masa laluku, tapi aku tidak akan membiarkannya menguasai hidupku. Aku telah belajar dari pengalaman itu, dan aku tahu sekarang bahwa aku lebih kuat daripada yang pernah aku bayangkan. Aku bisa melupakan kenangan busuk itu, namun hingga kini aku belum bisa memaafkannya (sosok Satria) yang sudah terlalu dalam membuat luka, aku nggak tahu, mungkin sampai di hari pembangkitan.

Di bawah sinar matahari pagi yang hangat, aku tersenyum pada diriku sendiri. Aku telah melewati badai dan keluar sebagai pribadi yang lebih baik. Kini, aku siap menyambut masa depan dengan hati yang lebih terbuka dan jiwa yang lebih tenang. Aku siap mencintai dan dicintai dengan cara yang seharusnya dengan penghormatan, kejujuran, dan kasih sayang yang tulus.

Post a Comment