Sebelum mengulas lebih lanjut mengenai Fomo itu sendiri, yuk kita sama-sama menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini!
- Seberapa sering Anda mengecek Smartphone dalam sehari?
- Apakah Anda juga termasuk orang yang meletakkan Smartphone di dekat tempat tidur?
- Saat baterai Smartphone habis atau tertinggal di rumah, apakah Anda merasa panik?
- Apakah Anda tidak bisa lepas dari ponsel dan lebih peduli kehidupan di media sosial?
- Apakah Anda juga termasuk orang yang suka Scrolling Feed media sosial setiap beberapa jam sekali?
- Selalu online?
- Stalking/terobsesi dengan postingan akun-akun tertentu?
- Sedih jika di-unfollow/unfriend?
- Senang jika mendapatkan banyak like/Followers?
Kalau banyak jawaban “IYA”, kemungkinan Anda sedang mengalami yang namanya FOMO.
Apa itu FOMO?
Fear of Missing Out (FOMO), adalah suatu kondisi dimana seseorang takut dikatakan tidak update, tidak gaul, dan takut tertinggal berita yang sedang viral. FOMO bisa juga dikatakan sebuah sindrom kecemasan sosial zaman now.
Pada tahun 2013, kata “FOMO” secara resmi ditambahkan ke dalam kamus besar Oxford Dictionary.
Menurut Andrew K. Przybylski dalam Computers in Human Behavior, seseorang yang mengidap FOMO biasanya ingin terus terhubung dengan hal-hal yang dilakukan orang lain.
FOMO dianggap sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan internet. Itulah kenapa FOMO juga kerap dikaitkan dengan social media. Seseorang dengan FOMO, secara umum takut dikatakan tidak update (kudet), tidak gaul, dan takut tertinggal berita yang sedang viral/santer.
Orang dengan FOMO adalah orang yang paling gampang cemas, tidak nyaman, dan risau kalau mereka ketinggalan tertinggal apapun di media sosial.
Jenis kecemasan yang umum dirasakan generasi Y alias milenial, yaitu mereka yang lahir pada tahun 1980 sampai 1994 (atau akhir tahun 70-an hingga awal tahun 2000).
Kondisi ini semakin marak saat Instagram, Twitter, Facebook, Snapchat, Path, dan media sosial sosial lainnya, berubah menjadi suatu bagian penting dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Menurut Department of Psychology, School of Social Sciences, Nottingham Trent University, di Inggris, FOMO adalah suatu kondisi yang bisa menyebabkan orang berlaku di luar batas kewajaran di media sosial.
Selain takut tertinggal berita di media sosial, mereka juga kadang sengaja memasang gambar, tulisan, atau bahkan mempromosikan diri yang belum tentu jujur hanya demi terlihat update.
Ironisnya, hal ini bisa dianggap sebagai cari sensasi dan kebahagiaan mereka di media sosial palsu.
Beberapa Fakta Menarik
- Fokus FOMO umumnya: Restoran terkini, destinasi liburan yang sedang hits, tempat hangout yang instagramable, barang-barang branded dan sebagainya.
- Pengeluaran terbanyak biasanya saat mereka pergi ke Restoran, mengerjakan Hobi, membeli Pakaian dan untuk hiburan (entertainment).
- Biasanya para kaum Millenials ini rela menghabiskan hingga USD 5000 untuk sekedar Liburan/Travelling.
- Mereka rata-rata berlibur selama 35 hari per tahun.
- Dan 90% inspirasi didapatkannya pada media sosial, seperti Facebook, Snapchat dan Instagram.
- Mereka biasanya menghabiskan 49% lebih banyak untuk hangout dibandingkan tabungan untuk masa depan.
Apa Dampak FOMO?
1. Produktivitas Menurun
Dari hasil pengamatan yang dilakukan Przybylski, menunjukkan bahwa pengidap FOMO akut bisa sampai mengabaikan kebutuhan fundamentalnya demi bisa terus online.
Kalau kebutuhan utama sampai terabaikan, tentunya hal ini bisa berdampak buruk terhadap kesehatan.
Kemampuan fokusnya pun juga akan menurun. Setiap kali ada notifikasi masuk ke dalam Smartphone, konsentrasinya bisa cepat buyar.
2. Ketergantungan Media Sosial
3. Kesulitan Finansial
4. Kesehatan Mental terganggu
- Cenderung lebih susah merasa bahagia karena lebih sering membandingkan kehidupannya dengan orang lain.
- Rasa iri biasanya dipicu oleh kesan bahagia yang dilihat dalam berita di media sosial orang lain.
- Perasaan iri yang berlarut-larut kemudian berkembang menjadi rasa cemas dan tidak puas dengan kehidupannya.
- Emosi negatif yang timbul akibat FOMO dapat mengakibatkan Stress, Frustasi, bahkan Depresi.
Kecanduan Media Sosial
Kecanduan ini biasanya mengacu pada perilaku kompulsif (dilakukan secara berulang tanpa disadari, tidak bisa dicegah, dan tidak tertahankan untuk mengurangi kecemasan) yang mengarah ke efek negatif.Dalam kebanyakan kasus yang sudah mengalami kecanduan, seseorang merasa terdorong untuk melakukan kegiatan tertentu, sehingga menjadi kebiasaan yang berbahaya dan kemudian mengganggu aktivitas penting lainnya, seperti bekerja atau sekolah.
Berdasarkan jabaran di atas, bahwa kecanduan media sosial adalah suatu keharusan untuk menggunakan dan terlibat aktif dalam perangkat media sosial secara berlebihan dan terus menerus, memeriksa status update atau ‘mengintai’ profil seseorang tanpa henti, misalnya.
Apa saja Gejala dan Tanda-tandanya?
Gejala dan tanda jika orang dikatakan kecanduan media sosial, diantaranya;
- Setiap kali, pecandu internet merasa kewalahan, stres, depresi, kesepian atau cemas, mereka menggunakan sosial media untuk mencari penghiburan dan melarikan diri.
- Menurut Psych Guides, seperti gejala kecanduan lainnya, kecanduan sosial media dan internet timbul dalam Gejala Emosional dan juga Gejala Fisik.
- Gejala Emosional, seperti; merasa bersalah, Gugup, Depresi, Ketidakjujuran, Perasaan bahagia bukan kepalang saat online, tidak memiliki kepedulian terhadap waktu (tidak sadar waktu), Isolasi, bersikap Defensif, menghindari melakukan kewajiban di dunia nyata dan mudah marah.
- Gejala Fisik, meliputi; sakit Kepala, sakit leher/punggung, kenaikan/penurunan berat badan, gangguan tidur, Carpal Tunnel Syndrome (penyakit yang mempengaruhi pergelangan tangan dan tangan), penglihatan kabur atau buram (mata lelah).
Lakukan Detoks Sosmed!
Kenapa Detoks Sosmed? Dari berbagai penelitian dikatakan bahwa penggunaan Sosmed dalam jangka panjang dapat mengubah pola pikir dan merugikan mental.
Di balik semua keindahan Foto dan keseruan cerita orang di dunia maya, penggunaan media sosial dalam jangka panjang dapat berdampak negatif bagi kesehatan mental.
Diantaranya peningkatan risiko Depresi, Insomnia, body image, penurunan kepercayaan diri, gangguan kecemasan dan gangguan makan, hingga perilaku menyakiti diri sendiri (self-harm).
Semua risiko ini diduga kuat muncul sebagai wujud nyata dari kecenderungan alam bawah sadar kita yang suka membandingkan diri dengan kehidupan orang lain sehingga tidak menikmati hidup.
Delapan Tips Detoks Sosmed
1. Jauhkan handphone dari jangkauan
- Segeralah ‘isi’ tangan kosong Anda dengan kegiatan lain agar tidak melulu kepikiran meraih Handphone.
- Ubah ke mode sunyi atau getar ketika sedang bekerja. Ini memudahkan Anda lebih fokus menyelesaikan tugas dengan lebih efisien.
- Saat sedang berkumpul bersama keluarga atau kerabat dekat, ajak mereka juga untuk berkomitmen meletakkan Handphone jauh dari jangkauan agar lebih fokus bersosialisasi dan menghabiskan waktu berharga bersama-sama.
2. Buat alarm untuk batasi waktu akses sosmed
- Batasan wajar menggunakan media sosial menurut Psikolog adalah 30 menit hingga satu jam per hari.
- Anda bisa membagi total 1 jam tersebut dalam beberapa “sesi” dalam sehari.
- Ingatkan diri sendiri untuk logout dari akun-akun sosmed Anda dengan pasang alarm. Ada banyak juga aplikasi yang bisa membantu mengingatkan Anda ketika sudah mencapai batas waktu yang ditetapkan.
- Hindari mengakses media sosial saat menjelang tidur, karena bisa mengganggu kuantitas dan kualitas tidur.
3. Matikan notifikasi media sosial
4. Cari informasi dari selain media sosial
5. Cari hobi atau kegiatan lain yang lebih bermanfaat
6. Buat area “Bebas Handphone”
7. Buat jadwal “Hari Tanpa Media Sosial”
8. Hapus aplikasi media sosial
Mengatasi FOMO Untuk Mental Yang Lebih Sehat
1. Face your FOMO, admit you have a problem!
2. Perbanyak bersyukur.
3. Ubah sudut pandang: reframe, beri makna baru.
4. Fokus pada satu tujuan, jangan mengejar banyak hal sekaligus.
5. Practice Mindfulness!
6. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain.
7. Batasi penggunaan media sosial.
8. Lebih banyak berinteraksi dalam dunia nyata.
9. Kejarlah pengalaman, bukan simbolnya.
10. Berkonsultasi dengan ahli untuk mengenali latar belakang munculnya serta apa yang harus Anda lakukan untuk mengurangi kecemasan tersebut.
Janganlah kamu tunjukkan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka (sebagai) bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal”. (QS. Thaha 20:131)
Referensi:
Seminar Emeraldina Darmidjas
Post a Comment