Mesaieed, 30 Oktober 2009
Ini hari pertamaku tinggal di Mesaieed, sebuah daerah yang terletak 44 kilometer selatan Doha, di Pantai sebelah timur Qatar. Doha-Mesaieed bisa ditempuh 1 jam perjalanan.Setelah cuti hampir sebulan, hari ini suami sudah mulai bekerja. Karena aku sendiri belum bisa memasak, maka sebelum berangkat kerja, biasanya selepas Sholat Subuh suami sudah sibuk di dapur untuk memasak.
Suami terlihat sangat cekatan ketika bergulat dengan peralatan dapur, aku pun baru tahu kalau doi bisa memasak. Dulu ketika kami masih tinggal di Tuban, biasanya hanya memasak urap sayur, tahu-tempe goreng, dan sambal tomat.
Karena, selain hanya bisa memasak yang itu-itu saja, menu di atas memang andalan kami. Kami pun sering kerjakan berdua, saat kami belum memiliki Prista. Selebihnya jika kami menginginkan menu yang berbeda, cukup beli di warung terdekat, karena banyak penjaja makanan di sekitar rumah kami.
Aku yang sedari tadi memperhatikannya dari belakang sungguh takjub melihat seorang laki-laki yang tidak canggung melakukan pekerjaan dapur hanya untuk makan anak dan istrinya. Namun memang, bukankah di dalam Islam pun tidak wajib bagi seorang istri mencuci, menyetrika, memasak, dan melakukan pekerjaan domestik lainnya?
Hal ini tertuang dalam QS. Al-Baqarah: 233
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.Kalau pun istri melakukan semua pekerjaan rumah tangga, itu adalah suatu amal baik terhadap suaminya, bukan suatu kewajiban. Namun kali ini kita nggak perlu memperdebatkan masalah ini, kok. Yuk, kembali pada ceritaku!
Empat puluh lima menit berlalu, masakan sudah matang, tumis terong dan tahu-tempe goreng sudah tersedia di meja, tinggal menanak nasi. Alhamdulillah, nikmat mana lagi yang aku dustakan? Selesai memasak, suami pun mandi dan bersiap untuk berangkat kerja.
Menunggu Sore
Setelah suami berangkat kerja, aku mulai melakukan pekerjaan domestik, seperti memvacuum seluruh ruangan dan ngepel. Sesekali aku tengok ke luar rumah, tampak seperti kota mati, sepi, tak banyak orang melakukan aktivitas di luar dan sedikit kendaraan yang berlalu lalang.Namun, entah mengapa justru semenjak di sini aku merasakan ketenangan dan kedamaian, meskipun baru sehari.
“Assalamualaikum!” Tetangga sebelah kanan dari Pakistan, sedangkan sebelah kiri adalah Warga Negara Indonesia. Namun aku belum sempat bertemu dengan tetanggaku orang Indonesia, karena memang baru kemarin sampai di sini. Suami bilang, ada lima keluarga dari Indonesia yang tinggal satu kompleks dengan kami.
Katanya lagi, di area yang kami tempati merupakan area yang cukup strategis, dekat dengan sekolah (Mesaieed International School) dan bisa ditempuh lima menit dengan jalan kaki. Di depan rumah juga merupakan jalan utama, di mana jalan ini akan dilalui bus sekolah dan bus kerja.
Waktu menunjukkan pukul 09.00, Prista pun enggan turun dari gendongan. Masih takut berada di tempat yang baru, butuh penyesuaian. Kudengar suara bel pintu, kutengok dari balik jendela tampaknya ada dua orang ibu-ibu, orang Indonesia.
“Waalaikumsalam, silahkan masuk bu! Maaf nih masih kosong rumahnya” Sambil mempersilahkan mereka untuk duduk di karpet.
Singkat cerita, setelah perkenalan dan sedikit ngobrol, saya pun diajak kedua ibu-ibu tadi berkunjung ke rumah sebelah ujung jalan, rumahnya Pakde Rinto, panggilan akrabnya. Konon, Pakde Rinto ini termasuk orang yang dituakan, dianggap orang tua sendiri bagi orang-orang Indonesia.
Kesan pertama masuk rumah Pakde Rinto, yang membuatku takjub, penataan interiornya cukup apik dan menarik, halaman depan yang dipenuhi tanaman hias dan di halaman belakang dipenuhi sayur mayur, ada tomat, kenikir, pohon singkong dan pohon pisang. Aku benar-benar merasakan atmosfer yang berbeda, layaknya hidup di Indonesia.
Sambil ngobrol berempat, tak terasa dua jam berlalu, dan perutku sudah mulai keroncongan, ternyata sudah pukul 12.00, “Ah pantas saja aku lapar”. Lalu aku pun pamit dan pulang ke rumah.
Sesampai di rumah, aku makan, menyuapi Prista dan Sholat Dzuhur. Kucoba buka pintu belakang, kuarahkan pandangan sekitar pada pohon singkong yang tumbuh lebat di halaman belakang.
Ya, rumah ini dulu awalnya sudah ada yang menempati, orang Indonesia juga. Namun ia sekarang memilih pindah ke luar akomodasi yang disediakan oleh Perusahaan Qatar Petroleum supaya mendapatkan Housing Allowance, yang konon katanya jumlahnya lumayan lah... Namun bagi karyawan baru, sepertinya tidak ada pilihan untuk tinggal di luar akomodasi.
Nah, itulah cerita pengalamanku pertama waktu tinggal di Qatar. Semoga bermanfaat, ya. Jika Anda sedang berencana untuk tinggal di Qatar, semoga dimudahkan prosesnya. Enak kok tinggal di sini, Alhamdulillah. Trust me!
Seru banget pengalamannya bun, sering-sering share yaa.
ReplyDelete❤❤❤
DeleteMenarik, pengalaman di Qatar. Jadi penasaran cerita hariannya Mbak Aprilia di negeri ini.
ReplyDeleteMaa syaa Allah mbak, so sweet bener dimasakin suami hihi. Baca ini rasanya jadi butiran abu aku belum pernah pergi keluar kota kelahiran haha semoga bisa mengambil banyak ilmu dari orang diluar sana dan dibagikan kesini ya mbak hihihi
ReplyDeleteMenarik yaa ceritanya. Trus lihat dari foto ternyata di Qatar bisa tumbuh tanaman hijau juga dikira gersang
ReplyDeleteBisa kak, di bawah tanah ditanem selang air. Jadi tanaman tetap terairi sepanjang hari. Biasanya sebulan sekali ngasih kompos (kotoran Unta).
DeleteDi Qatar ada yg jual tahu tempe kah?
ReplyDeleteAda dong, kakak...bisnisnya orang Indonesia jg.
DeleteDi sini juga ada lho, produk Indonesia, tp di jual hanya di Toko Indonesia. Di Arab Saudi pun, malah banyak. Bagi yg susah pernah Umrah ato Haji, pasti dah tahu...
Subhaanallah sang suami yang memasak yaaa Kak, sosweetnya~
ReplyDeleteIya kakak, itu dulu...tapi semenjak bisa masak, ya akhirnya aku yang masak.
Deletesaya suka baca cerita pengalaman gini mbak, sering sering ya mbak hehehe
ReplyDeleteSaya juga mau punya suami bisa masak, biar bisa di buatkan makanan :)
ReplyDeleteSebentar lagi sebelas tahun tinggal di sana. Nanti cerita-cerita lagi, ya bun.
ReplyDeletePengen banget ke luar negeri. Salah satunya Mesir,...
ReplyDeleteQatar juga boleh sih hehe. Oh ya, Qatar dengan Qairo jauh nggk mom :)?
Wahh nama prista diambil dari nama mba april ?
ReplyDeleteWah sudah sejak 2009 ya mb? Lama juga ya
ReplyDeleteMudah-mudahan suatu saat bisa bersilaturahm ke qatar.. Aamiin :)
ReplyDeleteYa alloh jauh mbak ... kok berani ya keluar negeri ... saya kok gak berani ... heheheheh
ReplyDeletesubhanallah... jadi pingin punya suami..hihihi
ReplyDeleteWaah..yang aku tunggu muncul juga! Terima kasih udah sharing ya mba. Aku menanti cerita di Qatar lainnya ��
ReplyDeletemasya Allah. jadi penasaran tinggal diluar negeri kayak gimana
ReplyDeleteHallo mbak April, salam kenal ya mbak.
ReplyDeleteSudah lama juga ternyata tinggal di Qatar ya mbak.
Alhamdulillah dapat tetangga warga Indonesia juga di Qatar, setidaknya tidak merasa sendiri. Take care ya mbak.
whaa, selalu menyenangkan membaca cerita orang di tempat yang belum pernah ku kunjungi .. jauh dari keluarga yang lain, kadang merasa homesick ga Kak?
ReplyDelete