aprilhatni.com
aprilhatni.com

Arti Sebuah Persahabatan: Karya Fiksi Mini

sebuah karya fiksi mini
Sore itu, Pukul 16.00, layar handphone-ku menyala, rupanya ada chat masuk. Aku buka aplikasi WhatsApp “Say, kamu lagi ngapain? Bisa ke rumah nggak?” kira-kira seperti itu isi pesan singkatnya. “Ok, insyaallah aku segera ke sana, ya. Mau Sholat Ashar dulu” balasku singkat.
Tak berselang lama, ia pun menelponku. “Kamu cepetan ke sini, ya!” kudengar nada suara terbata-bata sambil terisak.“Iya, sabar ya. Aku sholat dulu nih. Nanggung, bentar lagi kan Ashar. Emang kenapa sih say?” tanyaku balik kepadanya. “Si Jeff, say. Dia mulai lagi, kesel aku” terdengar suara dengan nada sedikit kesal. “Ok. Tunggu ya, aku bentar lagi ke sana” timpalku.

Dialah Jeni, adalah salah satu sahabatku di rantau. Aku pun mengenalnya belum lama, kira-kira baru dua tahunan, meskipun ia sudah empat tahun tinggal di sini. Jeni memang pernah sempat mengalami konflik dengan suaminya. Katanya, ia pun dulu sempat meminta cerai dari suaminya, lantaran suaminya kedapatan menikah (siri) lagi dengan wanita lain.

Jeni yang kukenal adalah sosok yang sabar, tabah, dan hangat. Di awal aku mengenalnya dan mencoba curhat tentang problematika yang aku hadapi, ia pun langsung menceritakan masalah dengan suaminya, yang sebelumnya aku tidak mengetahuinya. Aku tahu maksudnya, supaya aku lebih tegar dalam menghadapi masalah yang tidak seberat dengan yang telah dialaminya dahulu.

Dari ceritanya tersebut, aku merasa tak sendiri lagi, ada sahabat senasib, memiliki masalah yang lebih berat, itulah yang menguatkanku untuk bertahan dalam menjalani bahtera rumah tangga. Untungnya aku nggak memiliki masalah serupa dengannya, tak terbayang lagi jika aku berada di posisi nya. Dan sejak itulah persahabatan kami dimulai.

Tak jarang, Jeni juga minta tolong padaku untuk diantar ke salah satu tempat penukaran uang saat ia  ingin mengirimkan untuk keluarganya. Dan aku pun tak keberatan mengantarkannya meskipun dengan jalan kaki. Biasanya saat di jalan pun kami sering ngobrol, bercanda, dan tertawa bersama.

Setelah selesai Sholat Ashar, aku segera berangkat ke rumah Jeni. Sesampai di rumahnya, kulihat Jeni duduk di teras menatap lurus ke depan dengan pandangan yang kosong. Nampaknya ia tak mengetahui kedatanganku. "Assalamualaikum!" sapaku. Namun tak ada respon darinya, ia hanya diam dan tetap menatap ke depan dengan pandangan kosong.

Aku hampiri ia dan aku peluk. "Jen, ada apa sebenarnya?" tanyaku. Dia tak menyahut, air matanya mengalir deras hingga tumpah di dadaku. "Sabar ya, insyaallah semua akan segera berlalu" sambil kuelus bahunya. Namun dia nggak berkata apa-apa, hanya isak tangis yang kudapat darinya.

Kurang lebih sepuluh menit, emosinya pun reda. Dia melepaskan diri dari pelukanku dan membasuh air matanya. "Yuk masuk ke rumah. Aku mau cerita" ajaknya. Kami pun berdua segera masuk rumah dan duduk di sofa.

Jeni mulai menceritakan tentang masalah yang dihadapi, aku pun yang duduk di sampingnya mencoba untuk mendengarkannya tanpa berkata apa-apa. Tiga puluh menit berlalu, tak ada yang bisa kuperbuat karena ini masalah pribadinya dengan suaminya.

Aku hanya memberikan penguatan padanya, motivasi hidup agar ia tetap tegar dalam menghadapinya. Karena memang setiap manusia hidup pasti mempunyai masalah dan perlu diyakini bahwa ini adalah salah satu ujian dari Allah untuk mendewasakan kita.

Kita hanya sebagai makhluk Allah hendaknya bertawakal (berserah diri) padaNya dan berdoa agar ujian segera berlalu, dan yang paling penting dalam menghadapi masalah selalu dengan senyuman, meski itu perih dan tak mudah. Begitulah kira-kira nasihat yang kusampaikan padanya, dia pun mengangguk pelan.

Itulah arti persahabatan, karena pada hakikatnya seorang sahabat sejati adalah orang yang selalu ada ketika kita mendapatkan masalah, ada pada saat dibutuhkan, saling menguatkan, memberikan motivasi, dan selalu mendukungnya.

Mesaieed, 21 September 2020

Post a Comment